Tema di atas merupakan bahasan utama yang disampaikan oleh Derta Prabuning, Direktur Reefcheck Indonesia yang hadir pada sesi Kuliah Tamu CORECT, hari Jumat 27 Juli 2018, bertempat di Gedung C FPIK UB. Sebagaimana disampaikan oleh Derta, tantangan utama yang dimiliki oleh aktivitas konservasi kelautan di Indonesia saat ini adalah kuantitas dan kualitas data ilmiah. Sulit ditemukan data dasar yang memiliki cakupan temporal yang baik, sehingga dapat dijadikan pijakan kuat dalam perumusan satu policy dibidang konservasi sumberdaya kelautan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Reefcheck Indonesia menggunakan pendekatan kolaboratif untuk mengumpulkan data. Contoh kasus pada kegiatan monitoring manta di TNL Komodo, Reefcheck berkolaborasi dengan para guide di dive center setempat untuk memonitor kemunculan sekaligus mendokumentasikan manta yang dijumpai pada area penyelaman. Kegiatan tersebut terbukti cukup efektif, ditunjukkan dengan jumlah log data yang masuk sebesar 1500 data pada kurun waktu kurang dari satu tahun. Hal tersebut tentunya jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan suplai data yang diberikan oleh kegiatan riset pada umumnya. Selain kolaborasi sumberdaya, kemajuan teknologi memungkinkan introduksi alat-alat baru dalam kegiatan monitoring, seperti penggunaan drone untuk monitoring kemunculan lumba-lumba, ataupun penggunaan CSRT (Citra Satelit Resolusi Tinggi) untuk monitoring kawasan pesisir dan HDPD (Habitat Dasar Perairan Dangkal). Pendekatan yang cukup menarik tersebut tentunya dapat ditindaklanjuti untuk kegiatan konservasi yang dilaksanakan di cakupan area CORECT khususnya pesisir selatan Jawa Timur.