Peneliti CORECT Hadiri APCRS 2018 di Cebu, Filipina

APCRS merupakan symposium yang dilaksanakan 4 tahun sekali dimana pada kegiatan tersebut berkumpul para scientist, dosen, pengambil kebijakan, pemeharti lingkungan dan para stake holder dari Asia dan Pasifik membicarakan dan sharing ilmu pengetahuan dari semua aspek atau sisi, biologi, ekologi, manajemen dan konservasi. Acara the 4th Asia-Pacific Coral Reef Symposium tahun 2018 dilaksanakan pada 4-8 Juni 2018 di Cebu Filipina. Lebih dari 620 peserta dari 35 negara berpartisipasi dalam kegiatan ini dan memecahkan rekor jumlah peserta terbanyak dibandingkan pada kegiatan APCRS sebelumnya yang telah digelar di Hongkong (2006), Thailand (2010), dan Taiwan (2014).

Tema the 4th APCRS 2018 ini adalah Coral Reefs of the Asia-Pacific: Working Together Amidst Contemporary Challenges, yang memiliki makna kurang lebih adalah meningkatkan kerjasama ditengah-tengah tantangan terkini dimana titik tekan dari tema ini adalah menyoroti keterlibatan berbagai lembaga – ilmuwan, pembuat kebijakan, pengelola terumbu karang, dan nelayan serta rakyat dalam melindungi dan melestarikan ekosistem terumbu karang di dunia. Kumpulan pemikiran hasil penelitian diharapkan dapat menjembatani dan menjadi bagian solusi berbagai masalah yang dihadapi terumbu karang di kawasan Asia Pasifik serta menjadi titik masuk bagi para pengambil kebijakan untuk selalu bersinergi didalamnya.

Pada symposium ini delegasi dari FPIK UB, Oktiyas Muzaky Luthfi, ST., M.Sc berkesempatan melakukan oral presentasi pada kelas Manila B dengan topik Using colony life-form to predict the health condition of Tubipora musica (Stolonifera). Pakar terumbu karang pada Kelompok Peneliti CORECT tersebut memberikan presentasi yang merupakan hasil penelitian dari Pulau Lirang Maluku Barat Daya, Indonesia. Subyek penelitian adalah T. musica dimana dipercaya dari turun temurun dapat digunakan sebagai obat seperti contoh di KwaZulu-Natal, South Africa, sebanyak 25 g kerangka T. musica dimasukkan kedalam campuran obat tradisional. Di negara-negara arab, T. musica digunakan sebagai campuran obat sakit perut, penguat jantung, penyakit mata dan untuk menghentikan pendaharahan, dan pengobatan ini telah digunakan sejak abad 10th.  Di Jawa T. musica digunakan juga untuk campuran jamu godogan dan dapat ditemukan pada penjual jamu tradisional. T. musica juga banyak digunakan untuk decorative dan kebutuhan aquarium sejak tahun 1950-an sekarang dan pada tahun 2001, 2006, 2007 dan 2008 tercatat terjadi kenaikan perdagangan T. musica hidup dengan kira-kira sebanyak 2000 pieces karang that was a remote area. Dari penelitian didapatkan 2 kategori bentuk pertumbuhan karang ini yaitu massive (OM) dan thick encrusting (OTE). Bentuk pertumbuhan T. musica di wilayah penelitian adalah OM (328 koloni) dan OTE (51 koloni). Dan total T. musica yang sehat (H) adalah 87.33%, sakit ringan (B1) 2.63%, sakit parah (B2) 6.33% dan mati (D) 3.69%.

 

 

Pentingnya Kualitas Data untuk Pengambilan Kebijakan Konservasi Kelautan

Tema di atas merupakan bahasan utama yang disampaikan oleh Derta Prabuning, Direktur Reefcheck Indonesia yang hadir pada sesi Kuliah Tamu CORECT, hari Jumat 27 Juli 2018, bertempat di Gedung C FPIK UB. Sebagaimana disampaikan oleh Derta, tantangan utama yang dimiliki oleh aktivitas konservasi kelautan di Indonesia saat ini adalah kuantitas dan kualitas data ilmiah. Sulit ditemukan data dasar yang memiliki cakupan temporal yang baik, sehingga dapat dijadikan pijakan kuat dalam perumusan satu policy dibidang konservasi sumberdaya kelautan.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Reefcheck Indonesia menggunakan pendekatan kolaboratif untuk mengumpulkan data. Contoh kasus pada kegiatan monitoring manta di TNL Komodo, Reefcheck berkolaborasi dengan para guide di dive center setempat untuk memonitor kemunculan sekaligus mendokumentasikan manta yang dijumpai pada area penyelaman. Kegiatan tersebut terbukti cukup efektif, ditunjukkan dengan jumlah log data yang masuk sebesar 1500 data pada kurun waktu kurang dari satu tahun. Hal tersebut tentunya jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan suplai data yang diberikan oleh kegiatan riset pada umumnya. Selain kolaborasi sumberdaya, kemajuan teknologi memungkinkan introduksi alat-alat baru dalam kegiatan monitoring, seperti penggunaan drone untuk monitoring kemunculan lumba-lumba, ataupun penggunaan CSRT (Citra Satelit Resolusi Tinggi) untuk monitoring kawasan pesisir dan HDPD (Habitat Dasar Perairan Dangkal). Pendekatan yang cukup menarik tersebut tentunya dapat ditindaklanjuti untuk kegiatan konservasi yang dilaksanakan di cakupan area CORECT khususnya pesisir selatan Jawa Timur.

Visitasi dan Inisiasi Kolaborasi CORECT dengan UPT P2SKP Pondokdadap

Sebagai tindak lanjut dari kegiatan awal yang telah dilaksanakan periode sebelumnya, untuk Tahun 2018 ini tim CORECT berkunjung ke UPT P2SKP Pondokdadap, Sendang Biru, Malang. Kunjungan ini dimaksudkan untuk membahas rencana realisasi kerjasama antara Kelompok Peneliti CORECT dengan UPT P2SKP Pondokdadap. Kegiatan ini dilatarbelakangi oleh adanya kesamaan visi, yaitu pengelolaan sumberdaya pesisir berkelanjutan.

Pada Hari Senin, 23 Juli 2018, rombongan CORECT yang dipimpin oleh Ir. Bambang Semedi, M.Sc, Ph.D melangsungkan diskusi hangat dengan Tim P2SKP Pondokdadap yang dikomandoi oleh Kasi Pengelolaan dan Pengawasan SDKP. Beberapa poin penting yang menjadi catatan adalah (1) kolaborasi dalam memperkuat database ekosistem pesisir di Malang dan  (2) melaksanakan kegiatan bersama untuk membina beberapa area percontohan di pesisir Kabupaten Malang, sebagaimana monitoring terumbu karang yang telah dilaksanakan secara periodik di Selat Sempu dan juga rintisan stasiun permanen untuk penelitian mangrove di Balekambang dan CMC.

Sebagai realisasi dari kerjasama tersebut, tahun ini CORECT dan UPT P2SKP akan melaksanakan kegiatan transplantasi dan monitoring terumbu karang buatan di pesisir Sidoasri, Kabupaten Malang. Kegiatan tersebut rencananya akan dilaksanakan pada Bulan Agustus 2018. Lebih jauh, kegiatan yang kawasan Sidoasri diharapkan menjadi salah satu trigger bagi masyarakat setempat untuk bisa mendapatkan manfaat ekonomi secara langsung melalui kegiatan konservasi, sebagaimana yang telah dilaksanakan di CMC dan Kondang Merak, Kabupaten Malang.